20150331

Saat dinilai dengan satuan "orang lain"

Pernahkah anda mendengar kalimat-kalimat seperti berikut
"Belum dapat kerja? Anak "orang lain" aja udah daet kerja dan sekarang bla bla bla.."
Atau
"Kapan nikah? "Orang lain" aja udah punya anak 15 biji bla bla bla.."

Pernah nggak? Nggak pernah? Ya udah sih kalo nggak pernah

 Aku mo cerita-cerita sedikit nih tentang hal ini. Mungkin kalo sekarang lebih sering aku bisa terbiasa memaklumi kebiasaan orang tua yang memotivasi anak-anaknya dengan membandingkan pencapaian orang lain, atau bahkan hanya milik orang lain, dan otomatis menjadikan itu sebagai standard kesuksesan anak-anaknya. mereka begitu memuja-muja pentingnya pencapaian materi sebagai tolak ukur kesuksesan seseorang di dunia. Tapi sekarang bagaimana bisa aku mendapat pola pikir yang jauh bertolak belakang dengan orang tuaku. Mungkin benar apa kata pepatah.

    "Semakin erat pasir digenggam, maka semakin banyak pasir yang akan jatuh"

tapi kayaknya pepatahnya gak gitu deh bunyinya, tapi ya kira kira semacam itulah, intinya semakin dikekang biasanya malah akan semakin liar. Katanya sih begitu..

Buatku, aku sungguh-sangat-tidak-setuju-sama-sekali dengan pola pikir orang tuaku, akhirnya bukan aku semakin mengerti apa mau orang tuaku aku tapi malah berakhir aku pasrah dan memilih tidak menggubris apapun penilaian orang tua tentang anaknya.

Orang lain begitu penting dimata mereka. Pencapaian mereka menjadi tolak ukur untukku. Langkah yang mereka ambil menjadi standard kemampuanku. Pendapat mereka tentang kita menjadi poin utama untuk dapat bertahan di dunia. Tanpa disadari, orang lain mendadak menjadi aspek penting di kehidupanku. Kenapa?

"Apa isi kepala orang lain sama dengan isi kepalaku? Belum tentu."

"Apakah mereka akan memakai flowchart yang sama sepertiku sebelum mengambil keputusan? Bisa jadi."

"Apakah yang mereka ingin capai sama dengan yang ingin aku capai? Mungkin.

Dan apa yang sama dari beberapa pertanyaan itu? Ketidakpastian. Mereka tanpa pertimbangan yang jelas menggunakan ketidakpastian untuk mengukur suatu object, menerapkan ke seseorang yang kelak akan menjadikannya panutan. ketidakpastian.

Pasrah dan terserah-apa-kata-kalian menjadikanku makhluk yang simple (red. menghindari ribet), karena mau tidak mau jadi tertanam pola pikir bodo-ah-toh-akhirnya-mereka-juga-yang ambil-keputusan-dan-orang-lain-yang-menilai. Mereka berusaha agar mendapat penilaian yang baik dari orang lain.

As long as I can survive, so be it.

Cita-citaku hilang dimakan orang lain. Keinginanku hilang bersama orang lain.

Sekarang... ingin kumulai lagi dari awal. Aku tau teorinya kapal tanpa tempat berlabuh atau mobil tanpa tujuan atau balapan tanpa garis finish atau awal tanpa akhir atau apa kek gitu, yang jelas apa yang punya awal pasti punya akhir #cieelaah.

Aku nggak pengen terus seperti ini.

Aku ingin memperjuangkan sesuatu. Dariku. Untukku.


Ini fotonya Viny, biar gak BeTe.
Share: